HINDARI DIRI DARI KOMPLIKASI DONOR DARAH.


Ngelanjutin postingan kemaren tentang kegiatan donor darah yang dilakukan oleh KSR-PMI Unit Universitas Udayana, kali ini akan dijelaskan kompilkasi donor. Eits, jangan mikir macem-macem dulu. Ini ga serem kok, makanya baca deh terus artikelnya. :)

***

Kamu segan mendonorkan darah karena ngeri dengan efek yang ditimbulkan, misalnya saja terjadi komplikasi kelak kemudian hari? Wah, jangan jiper duluan dong!

Agar tidak menimbulkan komplikasi, transfusi yang dilakukan harus aman. ”Artinya darah yang diberikan tidak menimbulkan komplikasi bagi si penerima. Selain itu juga harus rasional, dalam arti darah yang diberikan harus tepat sesuai dengan yang dibutuhkannya,”ujar dr Tadjoedin, Sp.PD-KHOM pada acara transfusi darah yang aman dan rasional di RS Kanker Dharmais, Jakarta, Kamis (10/9/2010).

Umumnya seseorang membutuhkan transfusi darah jika angka hemoglobin (Hb) yang rendah atau di bawah 10 g/dL (gram per desiliter) darah. “Tapi angka Hb di bawah 10 g/dL juga bukan nilai absolut untuk transfusi karena ada faktor-faktor lain yang menjadi pemicu transfusi yang harus dipertimbangkan dokter,”kata dr Hilman.

Seseorang yang memiliki nilai Hb di bawah 10 g/dL, namun setelah diberikan cairan infus nilai Hb mengalami kenaikan maka tidak diperlukan transfusi darah. Transfusi darah dibutuhkan jika harus melakukan operasi, pengobatan kanker seperti kemoterapi dan radias, mengalami pendarahan aktif yang bisa menyebabkan anemia dan memicu hypovolemic schok (gangguan yang menyeluruh di seluruh bagian tubuh akibat kekurangan cairan). “Untuk bisa menjalani operasi, nilai Hb pasien harus optimal. Karena kemampuan darah untuk mengikat obat-obatan anestesi akan berkurang jika Hb turun,”ujar dokter yang juga sebagai Kepala Instalasi Bank Darah RS Kanker Dharmais.

Selain itu, agar transfusi darah yang dilakukan aman bagi si penerima, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan diketahui sebelum seseorang menerima transfusi yaitu apakah ia pernah memiliki riwayat transfusi atau tidak serta jika penerimanya adalah perempuan apakah ia sedang hamil atau tidak. Hal ini menjadi penting karena untuk menghindari reaksi transfusi dan juga penyakit lainnya seperti infeksi atau penyakit menular.

Seseorang yang melakukan transfusi darah sebaiknya dipantau setelah 3 hari dan 7 hari untuk mengetahui apakah ada reaksi transfusi akut, kronis atau tidak? Jika terjadi ketidakcocokan antara darah yang masuk dengan darah yang ada di dalam tubuh, maka ada kemungkinan terjadi reaksi transfusi ringan hingga berat.

Untuk kasus yang ringan seseorang bisa mengalami demam atau menggigil dan biasanya akan hilang dengan sendirinya. Sedangkan jika reaksinya berat ada kemungkinan mengalami TRALI (Transfusion Related Acute Lung Injury) yaitu sesak nafas hebat bahkan hingga kematian, sehingga terkadang pasien harus dirawat di ICU dan dikontrol beberapa alat vitalnya seperti denyut nadi, suhu tubuh atau fungsi jantungnya. (Sumber : Go4HealthyLife.com/E.Widayati.)


*sumber gambar: http://ghettopera.wordpress.com/2010/06/29/260/

0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...